Historis Undang-Undang tentang Otonomi Daerah di Indonesia

Historis Undang-Undang tentang Otonomi Daerah di Indonesia

Pengaturan otonomi daerah di Indonesia telah mengalami perjalanan panjang yang dipengaruhi oleh dinamika politik, sosial, dan kebutuhan tata kelola pemerintahan. Berikut adalah sejarah dan perkembangan utama undang-undang terkait otonomi daerah:

Masa Pra-Kemerdekaan

  • Decentralisatie Wet 1903 (UU Desentralisasi 1903)
    • Diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, undang-undang ini memberikan dasar awal bagi pembentukan dewan-dewan daerah dan pengelolaan keuangan sendiri di tingkat daerah, meskipun otonomi yang diberikan masih sangat terbatas dan lebih bersifat administratif daripada politik[1][2].

Masa Awal Kemerdekaan

  • UUD 1945 Pasal 18
    • Sejak 18 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sudah mengatur tentang daerah dan prinsip otonomi daerah secara konstitusional[3].
  • UU No. 1 Tahun 1945
    • Mengatur pembentukan Komite Nasional Daerah, karesidenan, kabupaten, dan kota sebagai daerah otonom. Namun, implementasinya terbatas karena belum ada peraturan pelaksana yang detail dan hanya berlaku sekitar tiga tahun[4][5][3][6].
  • UU No. 22 Tahun 1948
    • Menetapkan dua jenis daerah otonom (biasa dan istimewa) serta tiga tingkatan daerah (provinsi, kabupaten/kota besar, desa/kota kecil). Fokus pada susunan pemerintahan daerah yang demokratis, tetapi implementasinya juga terbatas[4][5][3][6].

Periode 1950–1970-an

  • UU No. 1 Tahun 1957
    • Merupakan pengaturan tunggal pertama yang berlaku seragam di seluruh Indonesia. Memperkenalkan istilah “Daerah Swatantra” dan membagi wilayah menjadi daerah besar dan kecil. Menekankan otonomi yang seluas-luasnya, namun segera mengalami perubahan akibat dinamika politik nasional[4][5][3][6].
  • UU No. 18 Tahun 1965
    • Mengedepankan prinsip otonomi riil dan seluas-luasnya. Namun, implementasinya terhambat oleh instabilitas politik nasional saat itu dan perubahan kekuasaan di tingkat pusat[1][5][3][6].
  • UU No. 5 Tahun 1974
    • Mengatur pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab. Pada masa Orde Baru, otonomi daerah cenderung sangat terbatas karena dominasi pemerintah pusat. Undang-undang ini juga menjadi dasar awal bagi desentralisasi fiskal[4][5][3][6].

Era Reformasi dan Desentralisasi Modern

  • UU No. 22 Tahun 1999
    • Menandai perubahan besar dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah. Daerah memiliki kewenangan di hampir seluruh bidang kecuali urusan strategis seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Disertai dengan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah[4][1][5][3][6][7].
  • UU No. 32 Tahun 2004
    • Merupakan penyempurnaan dari UU No. 22 Tahun 1999. Memperjelas pembagian urusan pemerintahan, memperkuat posisi kepala daerah, dan memperkenalkan pemilihan kepala daerah secara langsung[4][5][3][6][8].
  • UU No. 23 Tahun 2014
    • Mengatur lebih lanjut tentang pemerintahan daerah, termasuk pengelolaan keuangan, pilkada, dan pengaturan desa. UU ini beberapa kali mengalami perubahan, antara lain melalui UU No. 2 Tahun 2015, UU No. 9 Tahun 2015, dan UU No. 11 Tahun 2020[4][6].

Tabel Perbandingan Undang-Undang Otonomi Daerah

PeriodeUndang-UndangCiri Utama/Pokok Pengaturan
Pra-KemerdekaanDecentralisatie Wet 1903Otonomi administratif, pembentukan dewan daerah
Awal KemerdekaanUU No. 1 Tahun 1945Komite Nasional Daerah, karesidenan, kabupaten
 UU No. 22 Tahun 1948Daerah otonom biasa/istimewa, 3 tingkatan daerah
Demokrasi TerpimpinUU No. 1 Tahun 1957Daerah Swatantra, otonomi seluas-luasnya
 UU No. 18 Tahun 1965Otonomi riil dan seluas-luasnya
Orde BaruUU No. 5 Tahun 1974Otonomi nyata dan bertanggung jawab, sentralistik
ReformasiUU No. 22 Tahun 1999Otonomi luas, desentralisasi fiskal
 UU No. 32 Tahun 2004Penyempurnaan, pilkada langsung, pemekaran daerah
 UU No. 23 Tahun 2014Penguatan tata kelola, pilkada, pengaturan desa

Kesimpulan

Sejarah undang-undang otonomi daerah di Indonesia mencerminkan dinamika hubungan pusat-daerah yang terus berkembang, dari sentralisasi di masa Orde Baru menuju desentralisasi dan otonomi yang lebih luas di era Reformasi hingga saat ini. Setiap perubahan regulasi dipengaruhi oleh konteks politik dan kebutuhan tata kelola negara yang berbeda-beda di setiap masa[4][1][5][3][6].

Daftar Referensi:

  1. https://historia.id/politik/articles/menelaah-sejarah-otonomi-daerah-P74dj   
  2. https://baktinews.bakti.or.id/artikel/menelaah-sejarah-otonomi-daerah
  3. https://jia.stialanbandung.ac.id/index.php/jia/article/viewFile/361/334        
  4. https://palangkaraya.go.id/26-tahun-otonomi-daerah-di-indonesia/       
  5. https://binus.ac.id/character-building/2023/10/perkembangan-otonomi-daerah-di-indonesia/       
  6. https://indramayukab.go.id/yuuk-mengenal-sejarah-hari-otonomi-daerah/        
  7. https://setkab.go.id/perkembangan-konsep-pembinaan-dan-pengawasan-dalam-peraturan-perundang-undangan-dari-tahun-1999-sampai-sekarang/
  8. https://bunghatta.ac.id/artikel-79-otonomi-daerah-pasca-revisi-uu-nomor-22-tahun-1999-tantangan-dalam-mewujudkan-local-accountability.html

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan